Rabu, 21 Juli 2010

Harmony Awarness


Bismillah, dengan-Mu aku memulai kalimat ini.
Semoga note kali ini menyapa shahabat penuh dengan cinta damai. Mudahan-mudahan kenyataan yang sedang terlaksanakan sekarang, Allah anugerahkan kepada kita kemampuan untuk menyelaraskan antara harapan dengan Takdirnya, dengan penyikapan sebaik-baik sikap dan pemahaman.

Pernah pada bulan April yang lalu, saya memutuskan untuk berpuasa (menahan diri) dengan aktivitas Facebook. Karena saya merasa telah terikat dengan FB. Saya tanpa sadar telah menambatkan emosi kepada nya. Seolah tidak berFB, ada sesuatu yang hilang. Sampai membuat profil coming back 30 April. Keinginan saya ini, kemudian saya sampaikan kepada Guru saya, Pak Noeryanto A Dhipuro. Dengan senyum dan behaviornya menyikapi kata pertama bagus.


”Ya baguslah, bila kamu sadar akan hal itu. Cuma, bila kamu berpuasa (menahan) dari FB, karena bukan atas kesadaran harmoni, ya setelah kamu balik berFB, keterikatan emosimu akan lebih besar. Sama hal nya air bendungan, yang pintunya ditutup. Kamu tau apa yang terjadi setelah pintunya dibuka? Airnya akan tumpah, bahkan dengan volume dan kekuatan yang lebih besar. Demikian pula dengan emosimu”.

Berhenti menulis karena takut Riya
Demikianpula dalam hal tulis menulis. Hampir saja membuat sebuah keterikatan dalam diri. Saya yakin sebagai manusia sadar, kita tentu tidak mau melakukan riya. Karena sebagaimana kita tau bersama ”Perbuatan riya itu bagaikan api membakar kayu menjadi debu”. Dan Imam Ghazali hujjatul islam membahasnya dalam kitab beliau yang diterjemahkan berjudul ”Penyakit Hati”.

Saya jadi teringat kembali dengan nasehat ”Kesadaran Harmoni”. Bila saya berhenti karena takut Riya. Maka pada saat memulainya lagi, sebagaimana disampaikan diatas, bisa jadi berdampak lebih besar lagi. Lantas apa yang sebijaknya disikapi? Harmoni, selaras dan menyatu dengan riya.

Sementara itu, saat kita membahas materi atau keilmuan tertentu tentang ”mastery”, disana sungguh mengandung unsur penyatuan diri. Demikian pula dengan rasa takut riya ini, hanya dengan menyatulah, riya bisa dikontrol dan diselaraskan sesuai keinginan kita.

Pernah dilain waktu, saya merenung apa yang membuat ilmu NLP dan Hypnosis bahkan ilmu-ilmu yang lain, belum semua menyatu dengan diri saya. Sekali lagi saya diingatkan.

”Yang membuat NLP dan Hypnosis serta ilmu lainnya belum menyatu denganmu, karena kamu menganggap itu TEHNIK. Sadarlah kembali, NLP is behavior. NLP is Richard bandler’s experiences. Tatkala NLP telah menjadi behaviormu, maka disitulah kamu menyatu dengannya. Begitu pula ilmu yang lain, pada esensinya sama. Masih ingat dengan Mushashi ”Senjata (seperti pedang Katana) bukanlah pedang, melainkan perpanjangan tangan saya” Pesan Yip Man kepada muridnya? Juga, apa yang Jakie Chan sampaikan dalam film Karate Kid? Dalam hal bela diri kung fu sama ”Setiap gerakan dalam kehidupan adalah Kung Fu”.

Kembali dengan kesadaran harmoni. Pesan tadi mengingatkan saya akan penggalan manfaat pada iklan training Master Trainer di NLP University ”Harmoni mind,body and soul”. Mengharmonikan fikiran dan perasaan, harmoni behavior, skill, belief, value, idendity dan spiritual. Sehingga NLP is you benar-benar terintegrasi dan menyatu.

Saya adalah ilmu itu sendiri. Mungkin pemahaman ini menjadikan para guru berstatemen. “Belajar NLP itu make people to be people” Krishnamurti Mindset Motivator. “Sekolah manusia adalah sekolah yang memanusiakan manusia” Munif Khatip, pakar Multiple Intelligences. Bahkan sering saya mengulang dan membaca penggalan nasehat bijakSanjungan tidak lagi membahagiakan, demikian pula hinaan tidak lagi menyakitkan, semuanya adalah baik. Gede prama.

Pernah analisis berputar-putar dalam fikiran, sampai mengajukan pertanyaan ”Bagaimana mungkin terlepas dari dualitas, sementara dialam dunia ini selalu ada kebersebrangan (dualitas)? Siang-malam, tinggi-rendah, manis-pahit, sukses-gagal, cinta-benci dsb. Bukankah ini salah satu dari universal law, hukum keseimbangan ?”

Terbaring sejenak penuh diam, mendengarkan nasehat-nasehat dan jawaban dari dalam. Sungguh sangat mempesona, tatkala bisikan itu sayup-sayup terdengar didalam sini ”Bagaimana bisa engkau mengatakan itu hukum alam, sementara dirimu adalah bagian dari alam itu sendiri, Engkaulah Alam itu.”. Harmoni.  Ya, mungkin inilah pemahaman para guru. Tidak ada lagi baik atau buruk, Negatif atau positif, tetapi yang ada hanyalah SYUKUR.

Begitupula dengan berhenti menulis karena takut riya diatas. Saat kita telah menyatu dengan riya itu, maka kita bisa mengatakan akulah riya. Karena dengan demikian, kita mampu dan bisa mengelola, mengatur dan mengontrolnya. Sehingga bukan riya lagi yang mengontrol kita, tetapi kitalah yang mengontrolnya.
Wallahu’alam.

Jakarta 21 juli 2010.




Label:


Komentar:
bagus sekali pak, trm ksh utk ilmunya. tp ada pertanyaan, jika tdk ada baik dan buruk yg ada syukur saja, lalu utk apa tuhan sediakan surga dan neraka ? utk apa jg tuhan sampaikan dlm kitabNya ttg perbuatan baik dan buruk ? mohon di detailkan pak. trm ksh.
 
Terima kasih responnya...

Bukankah sesuatu yang terjadi dan menimpa keburukan kepada kita, kemudian menjadikan kita lebih baik, itu dinamkan ke B A I K an?

Dan mohon di dibatasi, Konsep Harmony Awarness ini dalam penerimaan, bahwa sesuatu apapun itu tak akan terjadi tanpa ada Ridho dari Allah...

Kemudian, Syurga dan Neraka itu, janji Allah sudah mengatur dalam AlQuran...

Nah, menjadi pertanyaan kembali, KONTEKS BAIK dan Buruk yang Anda maksudkan seperti apa?

Terima kasih...
 
Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]