Rabu, 24 Maret 2010

Jujur Pada Diri Sendiri, Proses Therapy Perasaan Gak Enakan


Assalamu’alaikum wr.wb
Shahabatku yang baik. Semoga hari yang berhagia ini, semakin menambah nilai-nilai kebaikan bagi kita. Mudah-mudahan setiap detik sejarah telah terukir dalam simpanan energi semesta, Menjadikan kita lebih berkarakter mulia. Diantaranya semakin bertambah kejujuran baik kepada diri sendiri atau kepada orang lain.

Seorang shahabat saya menjadikan “Keputusan yang dibuat manusia / diambil oleh seseorang mempengaruhi kehidupan orang lain” sebagai tema penelitian ilmiahnya. Tema yang sederhana, tapi memiliki makna yang dalam, jika kita kaji dari ranah spiritual.

Tema diatas mengingatkan saya tentang tujuan penciptaan manusia yang Allah terangkan di Al-Baqarah : Kahlifah. Sebagai khalifah wajib menyadari akan keputusan-keputusan yang diambil untuk menyeimbangkan kehidupan dunia.

Sementara itu, saat saya menuliskan note yang sedang anda baca sekarang. Terbesit sesuatu dalam fikiran saya. Itu tatkala merenungi tentang makna kejujuran. Mungkin anda pernah mendengar judul sebuah buku ”Jujur mata uang yang hilang” atau mungkin kata bijak yang lain berhubungan dengan kejujuran.

Sebuah pertanyaan kontemplasi bagi diri, Sudahkah saya jujur?. Saya tidak tau bagaimana dengan prinsip hidup anda. Apakah anda senang dengan kejujuran? Saya yakin dan percaya, kejujuran adalah pengantar kepada pintu kepercayaan.

Berbohong pada diri sendiri
”Hindari bohong, Jujurlah pada diri sendiri”. Nasehat yang saya dapatkan dari Tengku di di menasah saat belajar membaca Al-Qur’an, dan mengaji kitab Masailal Muhtadin dan Tanbiqhul Ghafilin. Bahkan juga diulang-ulang oleh ustaz saya di Ma’had Ruhul Islam.

Ibda binafsik, mulai dari diri sendiri. Pesan Rasulullah untuk melakukan perubahan.  Sekarang saya sadari, ini awal dari kemuduran dan gelapnya hati. Demi membahagiakan orang lain, sudi kiranya membohongi diri sendiri. Agar menyenangi teman, rela berkata tidak sesuai dengan hati. Supaya membahagiakan shahabat, mengikhlaskan penderitaan diri.

Bukan persoalan salah dan benar, Melainkan cara menyikapi dan meletakkan sesuatu pada tempatnya. Guru saya di Pondok Pesantren NLP Pasar Minggu. Sering membingkai pembelajaran demikian.

Jujur adalah pintu kesadaran dan hakekat kesuksesan hidup.
Mungkin ”Katakan kebenaran, walau itu pahit (sakit untuk didengar, sulit diterima atau bahkan ditolak)” adalah penjabaran dari anjuran berlaku Jujur pada diri sendiri. Ada hal-hal menarik yang saya temukan, saat membantu shahabat menyelesaikan persoalannya. Yang kini menjadi pembelajaran hidup.

 Ada keluhan ingin berlari dari hiruk pikuk tuntutan target pekerjaan. Ada juga seorang bapak-bapak berucap, Saya mau merdeka dari tuntutan orang lain. Pernah juga teman menyampaikan, Aku ingin orang tua mengerti kemauanku. Saya sendiripun dulu pernah bertanya, Sampai kapan saya harus mengikuti kemauan bukan diri saya sendiri.

Seorang wanita tidak mampu menolak menerima calon suami dari ayah ibunya. Pernah juga, seorang teman lelaki, melepaskan wanita yang dicintainya demi membahagiakan ibunya dengan menikahi wanita bukan pujaan hatinya. Tidak sedikit, saya berjumpa dan mendengar curhatan para pekerja, yang beraktivitas bukan pada bidang yang disukainya.

Pakar kejiwaan pernah bertutur ”Orang-orang yang bekerja pada bidang yang dia cintai dan senangi, memiliki kesempatan hidup lebih lama”

Guru saya bapak Noeryanto, Pengasuh Pondok Pesantren NLP Pasar Minggu mengingatkan ”Saat ayam (binatang) memahami kodratnya sebagai ayam, dan manusia memahami kodratnya sebagai manusia (khalifah). Maka keseimbangan alam terjadi. Itulah mamfaat KESADARAN”

Dari kejadian dan peristiwa diatas. Saya menemukan satu hal, bahwa Jujur kepada diri sendiri bisa sebagai proses Therapy Perasaan Gak Enakan.

Sekali lagi, ini bukan persoalan Salah atau benar, melaikan cara menyikapi dan meletakkan sesuatu pada tempatnya. Mungkin, shahabat saya mengambil tema penelitiannya  “Keputusan yang dibuat manusia / diambil oleh seseorang mempengaruhi kehidupan orang lain” atas dasar kontemplasi diri yang amat dalam. Terlepas dari itu semua, hadir pertanyaan kontemplasi diri ; Sampai kapan saya berlaku Bohong dan Tidak jujur pada diri sendiri?

Label:


Komentar: Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]





<< Beranda

This page is powered by Blogger. Isn't yours?

Berlangganan Postingan [Atom]